Sabtu, 04 Desember 2010

Jika Esok Bumi tanpa Daratan

“Jika esok Bumi Tanpa daratan” Terus-terusan Mengusik Pikiran Saya, Bayangan tinggal di atas Hamparan Air yang begitu luas selalu mewarnai alam pikiran saya. Kalimat tersebut seolah-olah perwakilan dari satu kaum yang terpinggirkan yang menyapa hati.
Awalnya saya mengatakan ini hanya sebuah Ilusi ataupun Bayangan yang hanya lewat yang singgah dalam pikiran namun ternyata tidak, kalimat itu justeru makin berkembang kepada wacana keadaan yang terjadi di republik ini, saya termenung dan mulai mengambil benang merah agar kalimat dan perkembangan pikiran saya menyatu menjadi satu kesatuan yang bisa diterjemaahkan ke dalam tulisan sehingga bisa dimengerti oleh orang lain. “

Jika besok Bumi Tanpa Daratan,
Spoiler for ilustrasi:

Berbicara tentang usia bumi yang kita tempati ini pasti beraneka ragam jawabannya sesuai dengan latar belakang pendidikan dan latarbelakang pekerjaan. Beberapa orang ada yang mengatakan kalau bumi ini diperkirakan 4,5 Miliar tapi pihak lain mengatakan bumi ini berumur 5.5 Miliar tahun.

Lepas dari permasalahan bumi, dapat dipastikan umur dunia ini sangat pantastis dan sangat lama mengawal manusia dari zaman- ke zaman, dari Dunia masih sepi sampai dunia hingar bingar oleh peperangan dan pembantaian sesama manusia, oleh hiruk-pikuknya industri, pengapnya kepulan asap pabrik dan kendaraan motor, bisingnya mesin-mesin pemotong pohon dan truk pengangkut kayu, pembangunan rumah kaca di sana-sini.

Hingga pada satu waktu, sebagian manusia kini mulai mengakui kesalahan-kesalahannya terhadap bumi dan mulai berperan menyeru manusia lainnya tentang sikapnya selama ini yang bisa berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap bumi ini.

Namun Rupanya manusia yang tersadar ini kalah jumlah dengan manusia yang belum sadar. Sadar dari kekeliruannya, sadar akan keserakahannya dan sadar dari kekejamannya membantai mahluk lainnya yang pada dasarnya adalah sahabat mereka yang paling setia menemani mereka di Bumi ini.

Manusia yang sadar akan kekeliruannya pada bumi akhirnya satu persatu lelah terhadap perjuangannya, harapannya tumbang seperti tumbangnya pohon-pohon oleh pembalak-pembalak kejam yang mewakili kaum manusia yang belum sadar atas pekerjaannya itu.

Jika besok Bumi Tanpa Daratan,
Spoiler for ilustrasi:

Manusia pembantai mahluk lainnya, Manusia perusak bumi ini makin ssyik dengan pestanya, tawanya mengerikan bagi kaum-kaum marginal, kaum miskin dunia, kaum Penyadar tentang kekeliruannya selama ini terhadap bumi.

Kini, Manusia pembantai, Manusia perusak bumi yang telah ikut menjadi “Pahlawan” terhadap hingar-bingarnya bumi ini menikmati hasil perjuangan mereka yang menjadikan Manusia yang sadar akan kekeliruannya terhadap bumi, menggigit jari dan menangis.

Bagaimana tidak, bumi kali ini lebih parah, alam mulai membalas pembantaian terhadap dirinya, alam mulai bersuara dan mengepalkan tangan meninju ke permukaannya, yang menjadi tempat manusia yang sedang berpesta atas keberhasilannya membantai mahluk lain dan merusak bumi termasuk manusia yang menangis atas kekejaman sahabatnya terhadap bumi dan dirinya.

Kini manusia yang sadar akan kekeliruannya merusak bumi menatap tajam terhadap sebuah surat yang dikirim bumi pada setiap perlawanan dan pembuktiannya. Longsor, banjir, permukaan air laut naik, suhu udara dipermukaan meningkat drastis merupakan perlawanan bumi dan pembuktiannya yang setiap akhir perlawanan dan pembuktiannya.

”Bumi selalu membuat sepucuk surat kepada manusia yang sadar akan kekeliruannya terhadap pengrusakan bumi”


Jika besok Bumi Tanpa Daratan,

Spoiler for ilustrasi:

Hutan di dunia ini perlahan-lahan mulai hilang dari permukaan bumi, Es mencair dengan cepat, Co2 meningkat, telah membuktikan kalau ada yang salah dalam kehidupan kita, cara kita memanfaatkan bumi, cara kita bersahabat dengan bumi. Apa yang kita lakukan selama ini tidak lebih merupakan sebuah lelucon “Rumah tempat kita berlindung dari panas, dari derasnya hujan kita rusak sendiri” lelucon itu menandakan manusia yang tidak berakal, tidak punya rasa perdamaian atau bisa dikatakan sakit jiwa.

“Bagaimana tidak begitu rumah yang kita tinggali, tempat kita belajar, tumbuh dewasa, membangun sebuah rumah tangga, berlindung dari panas dan derasnya hujan kita rusak, kita hancurkan dengan melubangi atapnya, merusak pintunya, mencongkel lantainya, mengikis pondasinya akhirnya dengan cepat kita menerima sendiri akibatnya.”


Tidur tidak nyenyak saat hujan datang, panas menyengat dan kitapun kepanasan . Lalu anak-anak kita akan merengek karena kegerahan bahkan lebih parah rumah kita hancur dan kita bingung kemana kita akan pergi membawa anak-anak kita?

Begitupun dengan Bumi ini, sama persis dengan lelucon diatas ini semua karena manusia yang belum sadar akan pengrusakannya tetap bekerja dan berpesta pora mengkuliti bumi. Apakah kita akan menunggu 50 tahun untuk menunggu manusia-manusia itu sadar akan kekeliruannya, Apakah kita akan menunggu sampai kota kecil di Alaska Utara semua penduduknya meninggal karena tidak bisa lagi memburu makanannya, sampai Hutan Indonesia sebagai penyuplai oksigen terbesar di dunia hilang, sampai kita semuanya hidup di atas air karena daratan di dunia tidak ada lagi tertutupi oleh air.

”Apa kita mau jika kita menamatkan sisa hidup kita di atas perahu atau barang yang mengapung dengan tabah terhadap hantaman-hantaman air yang bergelombang”

Jika besok Bumi Tanpa Daratan,
Spoiler for ilustrasi:

Kelompok manusia yang sedang berpesta-pora harus disadarkan secepatnya. Apa yang saya tulis diatas adalah realistis. Mari kita berhitung sekarang, bandingkan antara luas daratan di bumi ini dengan luas lautan, perbandingannya adalah 70 : 30. Lautan 70 % dan 30 % daratan dan dari waktu ke waktu akan berubah, kenapa? Pemanasan global yang terjadi sekarang ini mempercepat pencairan es di kutub utara, dengan fakta itu air laut akan naik dan melenyapkan daratan.

Bagi manusia yang sadar akan kekeliruannya merusak bumi, akan menangis dan merana karena telah tahu apa yang terjadi pada anak-cucunya di masa depan. Bagi Penguasa mereka akan memerintah di atas air sementara bawahannya melakukan aktivitasnya di atas air sambil was-was dengan Ikan Hiu.

”Apakah penguasa akan memimpin rakyat yang katarak, yang diakibatkan dari panasnya Matahari karena menipisnya ozon. Bagaimana pula penentuan batas wilayah negara satu dengan negara lainnya”


Untuk Sampai ke fenomena bumi dimasa itu, ada sebuah proses yang harus kita terima pahit-pahit dari perlawanan dan pembuktian kita. Satu-persatu kita akan kehilangan orang yang kita cintai, sahabat, saudara dan teman-teman, tempat kita bercerita , pada akhirnya kita menangis sendiri meratapi dan menyesali apa yang terjadi sambil kita memukul air yang telah menggenangi rumah kita.

“Sungguh nista, apa yang akan kita pertanggungjawabkan di depan Tuhan, apa yang akan kita banggakan di depan Tuhan?”

Jika besok Bumi Tanpa Daratan,

Spoiler for ilustrasi:

Kerusakan hutan di wilayah Asia Pasifik adalah yang tercepat di bumi ini di mana setiap dua detik hutan seukuran lapangan sepak bola hancur tidak terkecuali di belahan bumi lainnya. Sejak tanggal 3 September 2007 (hanya dalam 6 hari), 69.000 mil persegi Kutub Utara telah mencair dan menghilang? Potongan es itu seperti luas Negara Bagian Florida, AS,
Spoiler for ilustrasi:

”Bumi tidak lagi tersenyum pada manusia, Bumi melawan dan memukul apa yang ada di mukanya. Apa yang akan kita lakukan, pasrah atau mulai memperbaiki diri ?”

catatan : ini bukan untuk direnungkan, tapi untuk disikapi dan ditindaklanjuti dalma bentuk kerja nyata oleh setiap orang, demi kehidupan di masa depan

0 komentar:

Posting Komentar